TintaOtentik.co – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menjelaskan alasan DPR menyetujui kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12 persen melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 2021.
UU HPP menjadi landasan hukum untuk menaikkan PPN secara bertahap, dari 10 persen pada 2021 menjadi 11 persen pada 2022, dan akhirnya mencapai 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Muzani menyebut bahwa pengesahan UU HPP dilakukan saat negara menghadapi situasi pandemi Covid-19. Pada waktu itu, kondisi keuangan negara sedang tidak stabil, sehingga diperlukan tambahan pendapatan untuk mendukung anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“2021 ketika undang-undang ini dibahas, situasinya ketika itu sedang Covid. Negara ketika itu dalam kondisinya sedang dalam kondisi tidak memiliki kemampuan untuk memiliki kemampuan penerimaan,” kata Muzani di kompleks parlemen, (23/12/24).
Akibatnya, pemerintah dan DPR pada saat itu memutuskan untuk merumuskan kebijakan yang dapat menambah sumber penerimaan negara. Salah satu langkah yang diambil dalam UU HPP adalah dengan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai sumber pendapatan tambahan.
“DPR bersama pemerintah ketika itu tahun 2021 melakukan pembahasan tentang kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat dari 10 persen, menjadi 11 persen sampai 12 persen. Kenaikan itu dilakukan secara bertahap,” tutur Muzani.
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diajukan oleh pemerintah yang saat itu dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi). RUU ini awalnya bernama RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
RUU KUP didasarkan pada Surat Presiden Nomor R-21/Pres/05/2021 yang dikirim ke DPR pada 5 Mei 2021, serta Surat Keputusan Pimpinan DPR Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 yang ditandatangani pada 22 Juni 2021.
Pembahasan RUU ini dimulai pada 28 Juni 2021, dan memakan waktu sekitar tiga bulan hingga akhirnya disahkan di tingkat I pada 29 September 2021. Dalam rapat kerja yang dihadiri oleh pemerintah, delapan fraksi, yaitu PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP, menyetujui untuk membawa RUU HPP ke sidang Paripurna. Hanya PKS yang menolak.
Sebagai salah satu partai pendukung pemerintah, Gerindra, menurut Muzani, menyetujui UU HPP. Kini, sebagai Presiden, Prabowo memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kenaikan PPN tersebut.
Muzani menganggap bahwa partai-partai yang kini menentang kenaikan PPN merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang wajar.
“Saya kira itu sebagai sebuah proses demokrasi sesuatu yang wajar-wajar saja. Tetapi semua pandangan, kritik, saran yang berkembang di masyarakat kami terima sebagai sebuah catatan sebelum presiden mengambil keputusan,” terangnya.
Muzani menyatakan bahwa Prabowo memahami berbagai keberatan yang disampaikan oleh masyarakat. Menurutnya, hal tersebut akan dijadikan masukan bagi pemerintah dalam membuat keputusan.
“Dan Pak Prabowo memahami keberatan-keberatan tersebut dan nanti pada waktunya beliau akan mengumumkan itu semua. Apa saja poin-poin yang harus diambil untuk dilakukan penaikan,” ungkap Muzani.