TintaOtentik.Co – Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan menghapuskan sistem kuota impor, khususnya pada produk yang menyangkut hajat hidup publik.
Dalam acara yang berlangsung secara luring, Presiden pun meminta kepada para menterinya, untuk segera menghapus sistem kuota dalam praktik impor tersebut.
“Siapa mau impor daging silakan. Siapa saja boleh impor. Mau impor apa? Silakan buka saja. Rakyat kita juga pandai kok. Enggak usah ada kuota. Perusahaan ditunjuk hanya dia boleh impor, udahlah jangan ada praktik itu lagi,” kata Presiden Prabowo, Rabu (9/4/2025).
Hal ini pun sebelumnya sudah disampaikan oleh Begawan Ekonomi Rizal Ramli. Pada tahun 2018, sosok yang terkenal dengan sebutan Rajawali Ngepret ini telah menyarankan pada presiden saat itu, Joko Widodo untuk mengubah sistem impor beras dan bahan pangan lain. Dari sistem kuota menjadi tarif.
Sebab, eks Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur ini menyebut sistem kuota membuat Indonesia ketergantungan untuk mengimpor beras dan sangat menguntungkan kartel.
“Sudah saatnya kita hentikan sistem kuota ini, ganti tarif,” kata Rizal Ramli di Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Rizal melanjutkan, saat menjabat Menko Kemaritiman di Kabinet Kerja Jokowi-JK, ia mengaku sudah mengusulkan sistem tarif tersebut kepada Jokowi dalam rapat kabinet.
“Namun, usulan itu tidak terlaksana. Padahal, Presiden Jokowi sudah setuju dan memerintahkan menteri terkait untuk menerapkan sistem tarif tersebut. Saya menduga usulan itu tidak terlaksana karena menteri di kabinet lebih loyal kepada parpol.
Terkait sistem tarif, Rizal menuturkan semua pihak bisa mengimpor beras asalkan membayar tarif impor sebesar 25 persen. Dengan sistem itu, ia menyebut harga beras secara otomatis turun menjadi 75 persen.
Ia juga menyebut sistem tersebut membuat pengeluaran konsumen dari golongan menengah berkurang 25 persen. Akibat pengurangan pengeluaran itu, kata dia, dapat membuat daya beli meningkat dan mempercepat pemulihan ekonomi.
“Ibu rumah tangga golongan menangah yang kalau belanja sehari-hari Rp200 ribu, dia tidak usah Rp200 ribu, cukup Rp150 ribu. Nah Pak Jokowi kalau lakukan itu sama artinya kasih uang Rp50 ribu. Dikali satu bulan sama dengan memberi Rp1,5 juta,” ujarnya.
Rizal menyatakan kartel mendapat untung triliunan rupiah karena sistem impor berbasis kuota. Sebab, harga beras di luar negeri jauh lebih murah dari harga di Indonesia.
Ia menyebut selisih harga beras di Indonesia dan luar negeri bisa mencapai Rp3 ribu. Setiap Rp1.000, kata dia, kartel mendapat untuk sebesar Rp1 triliun.
“Selisih seribu perak itu Rp1 triliun. Dua ribu, dua triliun. Hitung saja untungnya (jika selisih Rp3 ribu),” ujar Ramli.
Ia menambahkan kartel biasanya melakukan impor saat panen terjadi. Akibat hal itu, harga beras petani menjadi anjlok.
Tujuan impor dilakukan saat panen, kata dia, juga untuk mencegah petani menambah produksi.
“Begitu panen lewat, impor dikurangi, harga naik. Keuntungannya di situ, berlipat ganda. Ini kejam sekali,” cetus Rizal.
Laporan: iwanpose